Kamis, 10 Desember 2009

Mengungkap Keberadaan Tsunami Matahari

Di suatu waktu ada saatnya kamu harus percaya pada apa yang kamu lihat. Itulah yang coba dikatakan STEREO (Solar Terrestrial Relations Observatory) milik NASA pada para penelitinya tentang fenomena kontroversial di Matahari yakni “tsunami matahari”

Bertahun-tahun lalu, saat para ahli fisika matahari untuk pertama kalinya menyaksikan gelombang tinggi plasma panas yang berlomba di permukaan matahari, mereka menyangsikannya. Skalanya memang mengejutkan. Gelombang tersebut berkembang semakin tinggi bahkan melebihi Bumi dan menghasilkan riak dari titik pusat dengan pola sirkular sampai pada jarak jutaan km di sekitarnya. Para pengamat yang skeptis beranggapan kalau hal itu merupakan bayangan dari suatu tipuan mata namun bukan benar-benar sebuah gelombang.

Nah sekarang…. bisa dikatakan kebenaran itu terungkap. Tsunami Matahari itu benar-benar ada.

Tsunami Matahari yang disaksikan STEREO dari sudut yang berbeda. Kredit : STEREO/NASA


Selasa, 17 November 2009

Asteroid 2009 VA Melintasi Bumi

Sebuah asteroid baru ditemukan dan dinamai 2009 VA, berukuran hanya 7 meter dan melintasi Bumi pada jarak 14000 km dari permukaan Bumi tanggal 6 November 2009. Asteroid ini merupakan asteroid ketiga terdekat yang diketahui mendekati Bumi.

Minggu, 15 November 2009

Supernova Dalam Teori Itu Benar – Benar Ada

Para astronom berhasil mengidentifikasi supernova jenis baru yang pada awalnya hanya bisa diprediksi oleh teori dan belum pernah ada contoh yang bisa diamati. Supernova yang sedang meledak ini ditemukan para peneliti dari Berkeley ternyata memiliki ledakan yang sebelumnya hanya bisa diperhitungkan secara teoretis.

aliran massa di antara bintang katai putih. kredit : Tony Piro


Kamis, 29 Oktober 2009

Galilean Nights, Merasakan Menjadi Galileo

Rasakan pengalaman Galileo saat mengarahkan astronomy technology teleskopnya ke langit!. Itulah yang menjadi tag-line dari Malam Galilean yang dimulai tanggal 22 – 24 Oktober 2009.

Kegiatan Malam Galilean atau Galilean Nights ini dilaksanakan serentak di seluruh dunia dengan lebih dari 1000 kegiatan, yang akan memperkenal astronomi dan membawa masyarakat merasakan pengalaman sesaat menjadi Galileo. Dan cuaca juga bukan penghalang karena setiap kegiatan sudah menyiapkan rencana tambahan jika cuaca tidak memungkinkan.

Galilean Night dibuat untuk mengikuti kesuksesan 100 jam Astronomi yang berhasil mengajak jutaan masyarakat dunia untuk menikmati astronomi dari dekat. Untuk Galilean Nights, masyarakat akan diajak untuk mengamati Jupiter dan ke-4 satelit Galilean, yang ditemukan Galileo sekaligus mengajak masyarakat untuk menikmati apa yang dahulu dilakukan Galileo saat pertama kali mengarahkan teleskopnya ke langit. Satu aktivitas yang mengubah pemikiran dunia dan menjadi titik tolak astronomi modern.

Di Indonesia, Galilean Night juga akan diadakan oleh komunitas-komunitas, salah satunya langitselatan yang akan mengadakan pengamatan bersama Forum Pembina Astronomi pada tanggal 24 Oktober 2009.


Sumber : langitselatan

Senin, 26 Oktober 2009

Hujan Meteor Orionid 2009

Sejak tanggal 20 Oktober 2009 sampai dengan tanggal 26 Oktober 2009, setiap malam kita akan dapat menikmati Hujan Meteori Orionid yang terjadi setiap tahunnya. Hujan meteor ini dapat dinikmati karena Bumi te

ngah melewati sisa debu ekor komet Halley.
















Radiant orionid di langit selatan. kredit :meteorshoweronline.com


Hujan meteor Orionid akan mencapai puncaknya mulai malam ini, tanggal 21 -24 Oktober 2009 dan bisa diamati saat dini hari. Hujan meteor ini akan tampak datang dari arah rasi Orion si Pemburu dan bergerak sangat cepat dibanding meteor lainnya. Diperkirakan untuk para pengamat di langitselatan, maksimum meteor yang akan tampak sekitar 40 meteor per jam. dan waktu yang pas untuk menikmati hujan meteor orionid ini berkisar antara pukul 00.00 – 05.00 wib.


Senin, 19 Oktober 2009

Dua Planet Super Bumi di CoRoT-7

Sejumlah pengukuran, perhitungan dan penelitian panjang dilakukan pertama kalinya oleh HARPS untuk bisa mendapatkan hasil dan data maksimal dari exoplanet terkecil dan tercepat yang pernah ditemukan, CoRoT-7b. Hasilnya? Exoplanet ini diketahui merupakan planet super Bumi di Tata Surya asing.

Penemuan exoplanet dalam perburuan planet memang tak pernah sama. Selalu ada yang unik dan menarik dari setiap planet yang ditemukan. Hal yang sama kembali dirasakan Didier Queloz, salah satu pemburu exoplanet. Baginya sains benar-benar menegangkan sekaligus luar biasa. Segalanya mereka lakukan untuk dapat mempelajari objek yang ditemukan satelit CoRoT dan hasilnya, sebuah sistem unik lainnya.


Exoplanet CoRoT-7b dan saudaranya CoRoT-7c yang tampak di kejauhan. Kredit: ESO


Kamis, 15 Oktober 2009

PENCARIAN PLANET X

Pluto. Kredit : NASA

Sejak Percival Lowell menyatakan kalau ada planet lain di luar sana yang mengganggu orbit Neptunus, pencarian pada planet asing itu pun dimulai. Tahun 1930, saat Clyde Tombaugh menemukan Pluto, bisa dikatakan penemuan ini membenarkan teori Lowell. Sayangnya di era 1970-an diketahui kalau Pluto terlalu kecil untuk dapat menimbulkan gangguan pada orbit planet, dalam hal ini planet gas raksasa seperti Neptunus.

Seiring berjalannya waktu, teknik dan astronomy technology yang makin berkembang, gangguan yang pernah diperkirakan ada pada orbit Neptunus ditemukan merupakan kesalahan dalam observasi. Karena itu tak lagi diperlukan keberadaan planet X, benda planet hipotetik tidak lagi diperlukan untuk diperhitungkan dalam gangguan orbit tersebut. Tapi, pengamatan benda-benda di Sabuk Kuiper dengan astronomy technology justru memperkuat kembali pencarian planet X dan X disini bermakna belum teridentifikasi. Jadi yang dicari adalah sebuah benda yang belum diketahui dan belum diidentifikasi.

Sabuk Kuiper merupakan area di ruang angkasa di lingkungan Pluto. Di area ini terdapat banyak benda berupa es dan batuan yang berhasil diamati. Dengan perkembangan astronomy technology dalam observasi, berbagai benda kecil semakin mudah diamati di area Tata Surya dan di sistem lainnya di luar Tata Surya. Saat ini para peneliti telah berhasil melakukan plot distribusi obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object / KBO).

Dalam sebaran KBO dari 30 – 50 SA, pada kisaran jarak 50 SA sabuk Kuiper berakhir begitu saja. Kondisi ini dikenal dengan nama Jurang Kuiper dan sangat sedikit obyek yang bisa diamati di balik titik ini. Dan diyakini kalau kondisi tersebut disebabkan keberadaan sebuah obyek yang lebih besar dari Pluto dan lebih kecil dari Bumi. Sampai saat ini belum ada benda lain yang ditemukan di area tersebut namun Jurang tersebut memang ada setelah jarak 55 SA.

Para pencari planet X, mengindikasikan ada planet kecil yang mengorbit pada jarak 60 SA atau ada pula planet masif yang 50% lebih besar dari Jupiter berpatroli di angkasa pada jarak 1000 SA. Tapi tetap tidak ada bukti kuat untuk mendukung teori ini dan tidak ada hasil pengamatan yang bisa mengkonfirmasi keberadaan planet tak dikenal tersebut.

Lorenzo Iorio dari National Institute of Nuclear Physics di Pisa, Italia, menggunanakan data orbit dari pengamatan selama bertahun-tahun dan mencoba mengkalkulasi jarak orbit terdekat bagi sebuah planet masif untuk mengorbit jika planet tak dikenal ini memang ada. Dan jika planet ini ada dan berada cukup dekat, keberadaan gravitasinya pasti akan langsung terdeteksi dan bisa dengan mudah pula mendeteksi gangguan yang diakibatkan pada dinamika planet dalam.

Hasilnya, seluruh planet yang memiliki massa Mars dan lebih besar dari Mars telah ditemukan di Tata Surya. Hasil komputasi Iorio menunjukkan jarak minimum untuk planet bermassa Mars, Bumi, Jupiter dan juga bermassa Matahari bisa berada pada jarak 62 SA, 430 SA, 886 SA dan 8995 SA. Sebagai perspektif, Pluto memiliki jarak rata-rata 39 SA.

Jika kita berandai-andai, katakanlah ada sebuah planet masif yang disebut planet X berpatroli di luar Pluto. Menurut para penggemar teori planet X dan kiamat, si planet X ini akan mengganggu orbit planet-planet di Tata Surya dan kemudian masuk dan menyebabkan kehancuran pada Bumi. Ternyata ada masalah lain yang menggagalkan teori tersebut.

Jika planet tak dikenal atau si planet X ini memang ada dengan ukuran yang cukup, katakanlah seukuran Pluto maka menurut David Jewitt obyek tersebut tentunya sudah bisa diamati saat ini jika ia mengorbit sampai jarak 320 SA dari Matahari. Dan di luar jarak itu tidak ada massa signifikan yang bisa ditemukan, jika massa Pluto dianggap signifikan.


Sedna, yang berada pada jarak 90 SA. Kredit : koleksi M.E Brown

Dengan demikian, ide keberadaan planet X yang akan muncul tahun 2012 dan memiliki ukuran lebih besar dari Pluto dan berada pada jarak 75 SA jadi hal yang sangat aneh. Bagaimana tidak, saat ini obyek-obyek yang bahkan seukuran asteroid dan pluto pun sudah bisa dideteksi mulai dari jarak dekat Bumi sampai beberapa ratus Satuan Astronomy(SA). Di antara obyek yang ditemukan pada jarak jauh itu ada pula Eris dan Sedna dan beberapa obyek tersebar lainnya. Dan sama seperti Pluto, Eris pun tidak masuk hitungan sebagai planet X, karena ia memang tidak cukup “besar”.

Rata-rata obyek di Sabuk Kuiper yang ditemukan memiliki massa yang tak jauh berbeda dari Pluto atau lebih kecil dari Pluto. Ingat: pencarian planet tak dikenal ini awalnya mengacu pada planet masif yang mengganggu orbit Neptunus.

Dengan demikian seandainya ditemukan obyek lain di luar orbit Pluto atau di area di luar Jurang Kuiper maka bisa dikatakan pengaruhnya pada area di bagian dalam Tata Surya akan sangat kecil bahkan untuk ribuan tahun ke depan. Mengapa?

Jawabannya sederhana, karena kita sudah menemukan semua planet masif yang lebih besar dari Mars di Tata Surya. Pada akhirnya bisa dikatakan seluruh cerita tentang planet X yang dikaitkan dengan hari kehancuran atau kiamat hanyalah sebuah mitos dan kaitannya dengan Nibiru pun tak lebih dari sekedar mitos dari bangsa Sumeria.

Sumber: arXiv, NASA adsabs, Astroengine, Universe Today, M. Brown (Sedna and other KBO paper), Science@NASA.

Rabu, 14 Oktober 2009

Apa Itu Planet X?



Ditulis oleh
ivie pada 10/12/09 • Kategori AstroPraktis, Planet

Siang ini ada sebuah pertanyaan astronomy yang dilontarkan, apa itu planet X? dari manakah ia datang? Apakah ia akan menghancurkan Bumi? Apakah planet X itu ada? Pertanyaan yang sama yang merebak seiring dengan isu adanya kehancuran di tahun 2012.


Jauh sebelum Pluto ditemukan, astronom dunia terpikat untuk mencari dengan astronomy technology kemungkinan keberadaan sebuah benda lain di luar orbit Neptunus. Pada tahun 1843, John Couch Adams mempelajari gangguan orbit yang terjadi di Uranus dan dari interaksi gravitasi ia menyimpulkan ada planet ke delapan yang mengganggu planet gas raksasa tersebut. Hal ini jugalah yang membawa manusia pada pencarian planet ke delapan dan pada akhirnya menemukan Neptunus mengorbit Matahari pada jarak 30 SA. Ternyata, Neptunus juga mengalami hal yang sama dengan Uranus. Ia mengalami gangguan orbit dan diperkirakan ada planet lain yang menggangu orbitnya seperti halnya Uranus.

Tahun 1930, Pluto ditemukan tengah bersembunyi di balik kegelapan di tepi Tata Surya. Dan segera pula diketahui kalau Pluto itu kecil, dan ia bukan planet X yang dicari. Maka pencarian pun diteruskan..

Selama 80 tahun terakhir, para astronom telah melakukan pencarian apakah ada planet raksasa lainnya yang ada di luar Neptunus. Namun pada kenyataannya yang ditemukan adalah sejumlah obyek di sabuk Kuiper dan beberapa di antaranya sekarang didefinisikan sebagai planet katai. Dan lagi-lagi tak ada planet X yang ditemukan. Bahkan si X ini justru disinonimkan dengan teori konspirasi, maupun hari kiamat. Dan juga dikaitkan dengan planet Nibiru, sebuah planet hipotetik dari bangsa Sumeria yang sebenarnya tak ada kaitannya sama sekali dengan istilah planet X yang sebenarnya.

Tak pelak setahun terakhir ini, isu kiamat 2012 merebak kencang. Ketakutan dan kekhawatiran muncul.. berbagai pertanyaan terlontar. Ada yang mengatakan ada sebuah planet mistis yang akan muncul di bagian dalam Tata Surya pada tanggal 21 Desember 2012. Isu ini jelas-jelas menyesatkan bahkan ketakutan tentang planet X sama sekali tak beralasan.

Pada kenyataannya, planet X merupakan sebutan untuk planet yang belum diketahui atau belum teridentifikasi, khususnya untuk pencarian planet masif di luar orbit Neptunus, di era pre-Pluto (sebelum Pluto ditemukan). Dan Planet X ini merupakan perjalanan pencarian yang luar biasa menyenangkan yang dialami para astronom dan mencapai puncaknya saat Pluto ditemukan.

Senin, 12 Oktober 2009

Penemuan Cincin Terbesar di Saturnus


Astronomy Technology Teleskop Landas Angkasa Spitzzer milik NASA berhasil menemukan sebuah cincin baru dan besar di Saturnus. Si cincin, saat ini terdeteksi sebagai cincin paling besar di planet bercincin tersebut.

Cincin Saturnus yang baru dan yang terbesar. kredit : NASA / JPL-Caltech

Sabuk cincin yang baru, berada di daerah yang jauh dari sistem Saturnus dengan kemiringan orbit 27 derajat dari bidang cincin utama. Bagian terbesar materi yang ada di dalam cincin ini berukuran 6 juta km jaraknya dari planet Saturnus dan membentang sampai sekitar 12 juta km. Salah satu satelit terjauh Saturnus yakni Pheobe berada di dalam cincin baru tersebut. Tampaknya materi utama yang membentuk si cincin berasal dari Pheobe.

Cincin baru Saturnus tersebut terhitung cukup tebal dengan tinggi vertikal 20 kali diameter planet. Seandainya kita memasukkan Bumi ke dalam cincin ini, ia akan bisa menampung 1 milyar Bumi di dalamnya. Cincin berukuran super tapi materi di dalamnya renggang. Ia terbentuk dari susunan partikel debu dan es.

Mata inframerah astronomy technology Spitzer berhasil melihat sinar dari partikel debu yang dingin. Penemuan ini diharapkan dapat memberi jawaban atas penampakan Iapetus yang aneh, dimana satu sisinya terang sedang sisi lainnya sangat gelap. Pola tersebut mirip dengan pola pada simbol yin-yang. Iapetus ditemukan oleh astronom Giovanni Cassini pada tahun 1671 dan bebrapa tahun kemudian diketahui kalau satelit ini memiliki sisi gelap yang dikenal sekarang dengan nama Cassini Regio (area Cassini).

Keberadaan cincin baru ini diharapkan bisa memberi penjelasan bagaimana Cassini Regio terjadi. Cincin tersebut bergerak dalam arah yang sama dengan Pheobe sementara Iapetus dan sebagian besar satelit Saturnus bergerak dalam arah yang berlawanan. menurut para ilmuwan, sebagian materi debu dan gelap dari luar cincin bergerak masuk menuju Iapetus, menghantam bulan es itu seperti serangga di kaca mobil.

Sejak lama para astronom sudah menduga hubungan antara satelit luar Saturnus, Pheobe dengan materi gelap di Iapetus. Namun baru sekarang ada bukti yang meyakinkan hubungan tersebut. Pheobe bergerak mengelilingi Saturnus di dalam sabuk debu yang terlempar saat terjadi tabrakan kecil dengan Komet – proses yang mirip di bintang yang dikelilingi piringan debu serpihan planet.

Cincin baru ini juga akan sulit dilihat dengan teleskop yang bekerja pada gelombang cahaya tampak. Partikel-partikelnya tersebar dan membentang melewati sebagian besar materi cincin ke arah mendekati Saturnus dan menjauh ke arah ruang antar planet. Dengan demikian kecil kemungkinan partikel di cincin akan dapat memantulkan cahaya tampak. Partikel-partikel ini jaraknya berjauhan sehingga jika kita berada di dalam cincin, kita tidak akan menyadari keberadaan sabuk cincin. Spitzer sendiri berhasil mengenali pijaran debu yang dingin dengan temperatur 80K.

Sumber : NASA Spitzer

Minggu, 11 Oktober 2009

Kalkulasi Ulang Jejak Asteroid Apophis


Menggunakan data terbaru yang didapat, para peneliti NASA menghitung ulang jejak sebuah asteroid besar yang selama ini diperkirakan akan memberi dampak berbahaya pada Bumi saat keduanya bertemu dalam jarak yang cukup dekat.


Asteroid 99942 Apophis yang diperkirakan membahayakan Bumi. Kredit : NASA

Asteroid itu adalah 99942 Apophis, salah satu Asteroid Dekat Bumi (Near Earth Asteroid / NEA) yang diperhitungkan akan bertemu Bumi pada tahun 2036. Dalam perhitungan ulang, jejak Apophis menunjukkan penurunan kemungkinan dampak bahaya tersebut. Atau dengan kata lain kemungkinan terjadinya tabrakan saat Apophis mengalami pertemuan terdekat dengan Bumi semakin kecil.

Asteroid Apophis yang memiliki ukuran sekitar dua kali lapangan bola tersebut pada tahun 2004 diperkirakan akan memiliki kemungkinan tabrakan saat pertemuan dengan Bumi di tahun 2036 pada kisaran 1 : 45000. Dalam kalkulasi berdasarkan data terbaru yang dikumpulkan Steve Chesley dan Paul Chodas dari NASA Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, Calif, kemungkinan terjadinya bahaya tabrakan pada Bumi turun dari 1: 45000 menjadi 1: 250000.

Data Apophis sebagian besar datang dari hasil pengamatan astronomy technology Dave Tholen dan kolaboratornya di University of Hawaii’s Institute of Astronomy di Manoa. Tholen melakukan pengamatan menggunakan astronomy technology teleskop 88 inch milik University of Hawaii yang terletak tak jauh dari puncak Mauna Kea.

Dalam pekerjaannya, Tholen melakukan perbaikan pengukuran dalam hal posisi asteroid yang ada di citra dan memberikan set data yang lebih presisi bagi perhitungan yang dilakukan Chesley dan Chodas. Selain data dari Tholen, data lainnya datang dari hasil pengamatan dengan menggunakan astronomy technology teleskop Bok 90 inch milik Steward Observatory di Kitt Peak, Arizona dan Arecibo Observatory di Puerto Rico.

Informasi yang tersedia ini menjadi penting karena bisa memberikan secercah cahaya akan orbit Apophis dan kaitannya dengan Bumi di abad ini. Apophis memang merupakan asteroid dekat Bumi yang terus dipantau pergerakannya. Bahka kalkulasi sebelumnya sempat menimbulkan kekhawatiran bagi warga dunia.

Dalam perhitungan yang dilakukan, ditemukan juga pertemuan terdekat lainnya antara Apophis dengan Bumi di tahun 2068. Pada pertemuan tersebut, kemungkinan tabrakan yang bisa terjadi adalah 3: 1 000 000. Namun sebelum tahun 2068, ada 2 kali pertemuan antara Bumi dan Apophis yakni pada tahun 2029 dan 2036. Kedua pertemuan ini tentunya akan memberi implikasi pada jejak asteroid Apophis. Karena itu dibutuhkan data tambahan untuk dapat memperkirakan pertemuan di tahun 2068, dan diperkirakan ada penurunan dalam kemungkinan pertemuan keduanya.

Asteroid Apophis pada awalnya diperkirakan memiliki kemungkinan tabrakan dengan Bumi sekitar 2,7 % pada tahun 2029. Pengamatan lanjutan yang dilakukan menunjukkan kalau tabrakan itu tidak akan terjadi meskipun pada 13 April 2029, Apophis akan mendekati Bumi pada jarak 29450,99 km.

Sumber : NASA

Rabu, 07 Oktober 2009

World Space Week, Memperingati Pekan Antariksa Dunia

Mendengar World Space Week, atau yang bisa diterjemahkan menjadi Pekan Antariksa Dunia, tentunya membawa pikiran kita bahwa peristiwa ini adalah peristiwa yang diperingati di seluruh dunia. Tetapi berbeda dengan peringatan-peringatan lainnya, Space Week adalah peristiwa yang diperingati selama seminggu, yaitu dari tanggal 4 hingga 10 Oktober. Lalu apa sebenarnya Space Week itu dan kenapa dipilih tanggal-tanggal itu?


World Space Week adalah perayaan internasional terhadap kontribusi ilmu pengetahuan alam dan teknologi pada kehidupan manusia. Khususnya adalah ilmu yang berkaitan dengan penerbangan ke luar angkasa dan pemanfaatan ruang angkasa untuk kehidupan. Kemudian tanggal 4 – 10 Oktober dipilih karena tanggal-tanggal tersebut memiliki nilai sejarah yang sangat penting.

Pada tanggal 4 Oktober 1957, terjadi peluncuran satelit buatan manusia yang pertama. Satelit itu adalah Sputnik 1 milik Uni Sovyet [kini Rusia]. Peristiwa ini kemudian mengawali eksplorasi ruang angkasa dari banyak negara. Sedangkan tanggal 10 Oktober 1967 dipilih karena adanya penandatanganan “Treaty on Principles Governing the Activites of States in the Exploration and Peaceful Uses of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies.” Inti dari perjanjian ini adalah tentang hukum internasional luar angkasa (isi perjanjian dapat dilihat di halaman ini).

Kedua tanggal ini kemudian dipilih oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1999 sebagai peringatan World Space Week yang akan dilakukan setiap tahun. Jadi, dimulailah peringatan Space Week ini pada tahun 2000. Secara umum, Space Week ini memiliki beberapa tujuan yang ditargetkan, yaitu:

  • mendidik masyarakat dunia tentang keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan teknologi ruang angkasa
  • memancing lebih banyak penggunaan ruang angkasa yang lebih baik untuk pengembangan ekonomi.
  • menunjukkan program-program tentang ruang angkasa yang sedang/telah direncanakan
  • memberikan pembelajaran kepada anak-anak tentang masa depan dan ruang angkasa.
  • mengajak perusahaan-perusahaan internasional yang berkaitan untuk membuat kerja sama di bidang pendidikan dan pengembangan teknologi ruang angkasa.

Peringatan Space Week ini dapat dilakukan oleh organisasi pemerintah, industri, sekolah, atau bahkan secara individu juga bisa. Koordinasinya berada di tangan PBB dengan dukungan World Space Week Association (WSWA) dan koordinator lokal di banyak negara. Semua kegiatan untuk memperingati Space Week yang dilakukan di seluruh dunia akan didata oleh WSWA. Data tersebut, dan banyak informasi lainnya, dapat dilihat ke situs resminya di alamat www.spaceweek.org.

Selain tujuan, peringatan Space Week juga memiliki tema yang berbeda di setiap tahunnya. Untuk tahun 2007 ini, tema yang diusung adalah “50 Years in Space.” Dalam situs resminya dijelaskan bahwa sejarah penjelajahan ruang angkasa dimulai pada tanggal 4 Oktober 1957 saat peluncuran Sputnik 1. Berarti World Space Week tahun 2007 ini menandai peristiwa yang sudah terjadi 50 tahun yang lalu itu. Tema ini mengajak masyarakat untuk melihat kembali semua yang sudah pernah dilakukan manusia terhadap ruang angkasa, dan juga untuk melihat masa 50 tahun selanjutnya.

Di Indonesia, Space Week sudah mulai dikenal sejak tahun 2003 yang lalu. Saat itu, Himastron (Himpunan Mahasiswa Astronomi) ITB mengadakan serangkaian kegiatan yang bertajuk Space Week 2003 “October Sky.” Kegiatan ini kemudian didaftarkan pada WSWA sehingga dalam situs resmi Space Week dapat kita lihat daftar kegiatan yang diselenggarakan waktu itu. Dan di tahun berikutnya, Himastron ITB kembali mengadakan kegiatan yang juga terdaftar di situs resmi Space Week.

Namun tampaknya di tahun-tahun berikutnya tidak ada penyelenggaraan peringatan Space Week di Indonesia yang didaftarkan ke WSWA. Padahal nama Indonesia dapat terangkat di seluruh dunia dengan terdaftarnya kegiatan Space Week yang diselenggarakan. Jadi, demi kemajuan ilmu astronomi di Indonesia, alangkah baiknya jika peringatan Space Week selanjutnya dapat dikoordinasikan dengan WSWA dan kemudian dapat dilakukan secara rutin di setiap tahunnya.

Tulisan ini juga dimuat di http://hanieftrihantoro.wordpress.com

Jumat, 25 September 2009

400 Tahun Setelah Teleskop Galileo Diarahkan Ke Langit

25 Agustus 2009, merupakan tanggal penting bagi keberlangsungan IYA2009. Sebuah momen yang mengubah pemikiran dunia, yang dimulai dengan mngarahkan astronomy technology teleskop ke angkasa. Inilah yang terjadi 25 Agustus 1609 ketika Galileo untuk pertama kalinya mengarahkanastronomy technology teleskop pertama ke angkasa. Saat itu ia memperkenalkan teleskopnya pada pembuat hukum dari Republik Venesia. Tertarik bisa melihat kapal di jarak yang sangat jauh, para pembuat hukum ini melihat kesempatan lain untuk mengembangkan teleskop tersebut.

Suasana saat Galileo pertama kali mengarahkan teleskopnya. Kredit : IYA2009

Suasana saat Galileo pertama kali mengarahkan teleskopnya. Kredit : IYA2009

Kegiatan penjangkauan pertama yang dilakukan Galileo menuai kesuksesan. Ia kemudian berhasil mendapatkan dana untuk melanjutkan penelitiannya, dan pada akhirnya berhasil mempersembahkan sebuah astronomy technology yang memperluas pandangan masyarakat dunia. Pengamatan astronominya pertama kali diterbitkan di bulan Maret 1610, berjudul Sidereus Nuncius.

Teleskop merupakan instrumen tak ternilai bagi astronom profesional maupun amatir. Ia bisa mengumpulkan lebih banyak cahaya dibanding mata manusia, sehingga kita bisa melihat kedalaman dan luasnya semesta yang berada di luar jangkauan manusia. Teleskop tak lain merupakan mata para astronom untuk mengungkap keagungan alam semesta dalam kumpulan data yang membawa manusia pada pengetahuan baru maupun melalui keindahan objek yang berhasil ia tangkap.

IYA 2009 merupakan perayaan global untuk memperingati 400 tahun peristiwa tersebut sekaligus untuk menjangkau masyarakat global untuk mengenal astronomi dan menikmati keindahannya. Saat Galileo pertama kali mengarahkan astronomy technology teleskopnya ke langit, ia terpesona akan apa yang ia lihat. Perasaan yang sama yang juga dialami jutaan orang selama IYA 2009 saat sesi pengamatan diadakan di seluruh dunia dan masyarakat global bisa ikut menikmati keindahan alam semesta dan semua keagungannya.

Hari ini dunia memang merayakan 400 tahun perjalanan penggunaan teleskop, namun perjalanan ini tak berhenti sampai disini. Masih ada petualangan baru di masa depan yang akan ditempuh teleskop di berbagai belahan dunia juga teleskop yang sudah ada di angkasa saat ini. Dan berbagai penemuan baru akan terus diungkap oleh mata yang senantiasa mengarah ke angkasa.

Sumber : IYA2009

Jumat, 18 September 2009

astronomy

Banyak orang yang bertanya, saya memiliki minat di bidang astronomi, tetapi dari mana saya mau mulai? Sebetulnya, menggemari astronomi itu tidaklah sulit. Kenapa tidak sulit? Memangnya untuk menggemari astronomi membutuhkan teleskop? Atau pengetahuan yang ‘wah’? Jawabannya adalah tidak! Untuk menggemari astronomi hanya dibutuhkan beberapa hal sederhana. Yang pertama adalah: Langit malam yang cerah dan penuh gemintang. Kedua: Tentu saja mata untuk memandangi dan menikmati keindahan langit. Dan ketiga: Sedikit saja pengetahuan tentang benda apa yang ada di langit, dan kalau memang belum tahu, peta langit tentu bisa membantu.

Tentu saja, ini bukanlah teori yang sulit untuk diterapkan. Tidak percaya? Dalam suatu kesempatan, penulis sempat berjalan-jalan ke daerah yang terpencil, jauh di Pulau Biak, ujung paling timur-laut Indonesia. Karena tidak berkaitan dengan astronomi, tentulah penulis tidak membawa peta langit ataupun perangkat komputer yang bisa menampilkan peta langit malam untuk lokasi tersebut. Tetapi, syarat pertama telah terpenuhi, yaitu: langit yang cerah! Karena itu, tidak ada ruginya penulis mengamati bintang. Nah, menjelang Matahari terbenam, penulis berjalan-jalan ke pantai. Kenapa ke pantai? Ya tentu saja untuk menikmati Matahari terbenam. Kebetulan, pada saat itu Bulan sedang dalam fase baru, sehingga seandainya memungkinkan, penulis bisa mengamat kondisi yang seperti hilal. Dan demikianlah!

Langit sedang bersahabat, dan dengan berbekal astronomy kamera DSLR, maka gambar (serupa) hilal diperoleh! Tidak hanya itu, ketika malam datang, langit begitu cerah, sehingga beberapa obyek teramati secara kasatmata! Jadi dengan sedikit saja pengetahuan, sebutlah, yang mana rasi Orion? Yang mana Taurus? Lalu kalau tahu mereka ada di mana, apa yang istimewa di sana? Paling mudah dan paling menarik tentu saja Pleiades di Taurus. Bila langit sedang cerah, maka kita akan beruntung menemukannya. Sedikit saja bergeser dari situ, ke arah Orion, maka kita akan bisa menemukan nebula Orion. Semakin kita mengetahui objek-objek menarik yang ada di langit, maka semakin banyak yang kita ketahui dan kita nikmati. Oleh karena itu, jangan takut, astronomi itu sebetulnya mudah dan menyenangkan, seperti yang terlihat pada foto-foto berikut.

Fase Bulan. Kredit Foto : Nggieng
Fase Bulan. Kredit Foto : Nggieng
Fase Bulan zoom. Kredit Foto : Nggieng
Fase Bulan zoom. Kredit Foto : Nggieng
Arah Selatan, Crux baru terbit. Kredit Foto : Nggieng
Arah Selatan, Crux baru terbit. Kredit Foto : Nggieng
Pleiades yang indah. Kredit Foto : Nggieng
Pleiades yang indah. Kredit Foto : Nggieng
Arah Selatan, Crux dan Rigel Kentaurus. Kredit Foto : Nggieng
Arah Selatan, Crux dan Rigel Kentaurus. Kredit Foto : Nggieng
Arah Timur, Skorpio, Sagitarius dan Bima Sakti. Kredit Foto : Nggieng
Arah Timur, Skorpio, Sagitarius dan Bima Sakti. Kredit Foto : Nggieng
Arah Selatan, pemandangan kota, dan Bima Sakti pun masih teramati. Kredit Foto : Nggieng
Arah Selatan, pemandangan kota, dan Bima Sakti pun masih teramati. Kredit Foto : Nggieng


postingan asli:
Nggieng, langitselatan.com

Kamis, 17 September 2009

kejanggalan misi astronomy technology apollo 11

Pernah nonton Jejak Petualang? Tentu menyenangkan kalau kita bisa menjelajahi daerah-daerah yang ada di Indonesia. Atau pernah nonton Star Wars? Wah seperti apa yah rasanya menjelajah alam semesta ini?. Mungkin bagi sebagian orang menjelajah Indonesia jauh lebih masuk akal ketimbang menjelajah alam semesta. Jangan jauh-jauh alam semesta. Menjelajahi tata surya saja belum tentu bisa. Tapi apa menjelajah ruang angkasa hanya sekedar mimpi?

Mimpi dan harapan untuk menjelajah dan menemukan seorang teman di sudut semesta telah menginspirasi lahirnya film fiksi ilmiah selama bertahun-tahun. Impian menjelajah Tata Surya seringkali menghiasi imajinasi manusia. Bukan hanya mimpi memang yang bisa membuat kita berandai-andai berada di planet lain. Nyatanya, ada banyak misi yang dilakukan untuk mewujudkan impian tersebut.

Tahun 1969, pesawat astronomy technology Apollo 11 berhasil membawa dan menjejakkan manusia untuk pertama kalinya di Bulan. Tentu kita semua ingat siapa itu Neil Amstrong, manusia pertama yang menjejakkan kaki di Bulan. Namanya menghiasi buku IPA di SD, SMP maupun SMA. Tak pelak peristiwa ini bisa dikatakan menjadi salah satu tonggak sejarah penting dunia IPTEK. Dengan demikian, impian untuk menjelajah lebih jauh lagi dari Bulan hanya menunggu waktu untuk direalisasikan.

Setelah lebih dari tiga dekade terlewati, pro kontra masih membayangi peristiwa bersejarah itu. Skeptisme muncul karena ada anggapan NASA-saat itu- belum memiliki teknologi yang memungkinkan pendaratan di Bulan. Era tahun 1969 merupakan masa dimana perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika belum berakhir. Tekanan “Perang Dingin” dengan Soviet membuat Amerika harus melakukan sesuatu untuk memenangkan perang tersebut. Terlebih lagi setelah Soviet berhasil mengorbitkan Yuri Gagarin. Karena itu bisa saja pendaratan Apolo 11 di Bulan hanya sebuah skenario politik untuk memenangkan perang dingin.

Tapi kalau pendaratan itu palsu, harusnya Uni Soviet sudah menjadikan ini sebagai sebuah serangan balik bagi Amerika. Tapi sampai saat ini, bahkan saat histeria pendaratan itu terjadi, pihak Soviet tidak memberikan reaksi menyerang.

Jika dilihat dari foto yang dipublikasikan memang ada beberapa hal yang aneh. Diantaranya foto yang memperlihatkan bendera tampak berkibar padahal di Bulan tidak ada atmosfer dan angin. Selain itu ada juga foto yang tidak memperlihatkan adanya satu bintangpun pada langit latar belakang Bulan yang gelap.

Bendera Berkibar Tanpa Angin? Mustahil!
Bendera yang berkibar mungkinkah? Pertanyaan ini sering muncul jika melihat foto pendaratan Apollo. Di bulan kan tidak ada angin. Tapi memang untuk bisa berkibar, bendera tidak selalu membutuhkan angin. Setidaknya di ruang angkasa hal inilah yang terjadi. Pada kondisi di Bulan, bendera dipancangkan bukan hanya pada tiang vertikal, tapi terdapat juga tiang horizontal yang ditambahkan di bagian atas bendera, sehingga bendera tersebut tampak tergantung dan merentang. Selain itu permukaan Bulan yang keras mempersulit pemancangan tiang bendera, sehingga para astronot harus memutar tiang tersebut maju mundur agar bisa ditanamkan di tanah bulan. Akibat gerakan ini, bendera tersebut berkibar, atau yang sebenarnya lebih tepat jika disebut bergetar. Di Bumi kibaran bendera terjadi beberapa detik dan diperlambat oleh udara, tapi kondisi vakum di Bulan menyebabkan gerakan bendera tersebut tidak akan berhenti karena tidak ada gaya dari luar yang menghentikannya.

Di Langit Tak Ada Bintangkah?
Pertanyaan lain yang muncul saat melihat foto-foto yang dipublikasikan, mengapa tidak ada bintang pada gambar yang diambil para astronot dari permukaan Bulan. Logikanya tanpa atmosfer otomatis langit Bulan menjadi gelap. Jika demikian tentunya pengamat bisa melihat objek-objek terang seperti bintang.

Pada langit Bumi, partikel-partikel atmosfer Bumi akan menghamburkan cahaya matahari pada panjang gelombang biru, sehingga langit siang hari pun tampak biru. Berbeda dengan Bulan, yang hampir dapat dikatakan tidak memiliki atmosfer sehingga langit senantiasaÊ gelap, baik siang maupun malam. Jadi, jika kita berada di Bulan, tentunya bintang akan selalu terlihat. Tetapi kenapa tidak terekam dalam gambar yang diambil Apollo? Dalam foto itu, sebenarnya bintang tersebut ada, namun terlalu redup untuk ditangkap kamera. Kamera dan film yang digunakan oleh para astronot disetel untuk mengambil gambar-gambar kegiatan di Bulan. Exposure timenya diatur sedemikian rupa agar dapat merekam kondisi permukaan Bulan yang terang, bukan untuk mengambil gambar objek-objek lemah pada langit latar belakang.

Jejak Kaki yang Membandel
Pada foto yang lain, tidak tampak adanya lubang bekas semburan roket pada lokasi pendaratan. Untuk roket seukuran Apollo seharusnya semburannya dapat menimbulkan lubang yang besar pada permukaan Bulan. Jadi, bagaimana bisa roket mendarat mulus tanpa membekaskan jejak besar?

Untuk melakukan sebuah pendaratan tentu tidak dilakukan dengan kecepatan tinggi tapi dengan kecepatan yang diperlambat. Tidak ada satu orangpun yang memarkirkan mobilnya dengan kecepatan 100 km/jam. Hal yang sama berlaku juga pada Apollo 11. Semburan roket memiliki dorongan 5000 kg, tetapi roket tersebut diperlambat sampai sekitar 1500 kg saat mendekati permukaan. Dengan diameter pipa pengeluaran roket sebesar 54 inci (dari Ensiklopedia Astronautica), dan ukuran roket sekitar 2300 inci persegi, semburan roket hanya menimbulkan tekanan sekitar 0.75 kg /inci persegi. Tekanan sebesar ini tidak akan sampai menimbulkan jejak lubang yang besar.

Hasil foto-foto yang diambil di Bulan juga memperlihatkan adanya bayangan yang kurang gelap. Obyek yang seharusnya gelap karena berada dalam daerah bayangan, tetapi dalam foto dapat jelas terlihat, termasuk tulisan di sisi pesawat. Jiika Matahari merupakan satu-satunya sumber cahaya, dan tidak ada udara yang dapat menghamburkan cahaya, seharusnya bayangan yang terjadi sangat gelap. Sebuah persepsi yang salah. Memang ini bukan diÊ Bumi dan cahaya Matahari tidak dapat dihamburkan dalam kondisi hampa udara. Tapi di Bulan masih ada sumber cahaya lain yang berasal dari Bulan sendiri. Debu di Bulan memiliki sifat yang khas: yaitu memantulkan kembali cahaya ke arah sumber cahaya berasal.

Foto Yang Sempurna
Kejanggalan lainnya, foto-foto yang dihasilkan oleh para astronot terlalu bagus dan hampir sempurna untuk ukuran seorang amatir, belum lagi kondisinya berbeda dari Bumi. Seorang fotografer profesional saja belum tentu semua foto yang diambil memiliki hasil sempurna. Kok bisa, para astronom yang amatir dalam fotografi memiliki hasil foto yang begitu bagus.

Sebelum diberangkatkan ke Bulan, para astronot ini selain menerima pelatihan untuk beradaptasi dengan kondisi Bulan mereka juga dilatih bagaimana mengambil foto di Bulan. Awak Apollo 11 dalam penjelajahannya mengambil sekitar 17000 foto di permukaan Bulan. Ada banyak foto yang gagal, dan tentunya yang dipublikasikan adalah foto-foto yang dianggap bagus dan berhasil. Sama seperti seorang fotografer, foto yang dipublikasikan tentunya foto-foto yang bagus bukan yang gagal.

Bukti Yang Sahih
Salah satu bukti yang tidak bisa disangkal adalah keberadaan batuan dari Bulan. Sekitar 841 pon batu dibawa dari Bulan untuk diteliti. Batu-batu ini sangat berbeda dari batu yang ada di Bumi. Penelitian terhadap batu tersebut bisa menunjukkan asal usul, serta kondisinya yang berada dalam keadaan tanpa udara dan tanpa air selama ribuan tahun. Tidak ada yang bisa membuat replika batu seperti ini baik secara alami maupun buatan manusia. Selain itu batuan ini tidak mungkin berasal dari asteroid karena contoh batuan yang berasal dari asteroid telah dikoleksi oleh NASA maupun para peneliti di belahan Bumi lainnya. Batu ini pun bukan berasal dari batu yang jatuh sebagai meteorit dari angkasa karena batu yang jatuh sebagai meteorite akan dioksidasi saat melewati atmosfer. Dan ini tidak terjadi pada batu-batu tersebut.

Para ahli geologi dari seluruh dunia telah meneliti batuan tersebut, dan merupakan hal yang bodoh jika membuat batuan palsu untuk menipu semua peneliti. Jauh lebih mudah untuk pergi ke Bulan dan mengambil batuan tersebut dibanding memberi argumentasi palsu melawan semua ahli geologi sedunia. Para ahli tersebut bukan orang bodoh yang bisa ditipu.

Memang benar Amerika Serikat sebagai negara adikuasa bisa melakukan apapun untuk menjadi yang terdepan, namun bukan berarti persepsi seperti ini membuat kita menutup mata terhadap keberhasilan yang telah diraih oleh dunia sains dan teknologi.

Seandainya pendaratan tersebut memang palsu, apakah NASA begitu ceroboh sehingga meninggalkan banyak bukti untuk diungkapkan? Jika bayangan yang muncul di foto salah, mengapa tidak satupun personel NASA yang menyadarinya?

Mungkin jauh lebih mudah untuk menerima bahwa NASA telah berulang kali berhasil mengirimkan misi tanpa awak. Tapi juga bukan berarti penerbangan berawak menjadi sesuatu yang mustahil. Saat ini eksplorasi ruang angkasa tanpa awak telah berhasil menguak misteri tata surya mini di Saturnus (Saturnus dan satelit-satelitnya, lihat misi Cassini-Huygens). Perjalanan Misi Deep Impact berhasil memberi ruang baru untuk menguak misteri komet dan langkah awal untuk memahami pembentukan Tata Surya. Bahkan direncanakan beberapa tahun lagi, akan ada misi berawak kembali ke Bulan untuk menjajaki kemungkinanan hidup di Bulan. Misi ini akan menjadi misi awal sebelum melangkah ke Mars. Mungkin setelah Mars, hanya hitungan waktu dan Titan akan menjadi sasaran koloni berikutnya.

sumber :
Moon Base Clavius
Science@NASA : The Great Moon Hoax
Bad Astronomy